Tuesday, July 18, 2006

'AYAM PALEMBANG'

Salam,
We always meet many people with many characterism. In the traditional tale, we introduced with good intelectual actor or bad. But, we can justify all people surround us with just say good or bad. One day, may be you can meet someone with this character : like to show his/ her power, performance or succes story by over way. Our soul will reject the way.
Suddenly, I remember with my friend story when he live in a city in Java. He has a new neighbor that came from Palembang. This story is inspiring me to write the phenomena. Pls enjoying this :

‘AYAM PALEMBANG’
EH, PALEMBANG CHICKEN
Oleh Fakhrunnas MA Jabbar

BERKISAH soal ayam selalu menarik perhatian. Apalagi ketika wabah flu burung sedang merebak. Dulu, kalangan kampus benar-benar gerah ketika maraknya isu ‘ayam kampus’. Semua pimpinan kampus menolak mati-matian bahwa di kampus mereka tak ada ‘ayam kampus’ itu, walau kenyataannya ‘ayam-ayam’ itu hingga hari ini terus saja beranak pinak . Hehhh…
“Ayam Palembang” eh, ‘Palembang Chicken” yang hendak saya ceritakan ini memang tak ada kait-mengait dengan ‘ayam kampus’ itu. Sebutan ayam di sini memang dalam makna yang sebenarnya. Cerita ini semata muncul dalam joke sebagaimana joke-joke berlatar etnik lainnya seperti perihal Orang Aceh, Orang Arab, Orang Batak, Orang Melayu dan sebagainya. Tak lebih dari itu.
Seorang kolega saya menceritakan soal ‘Ayam Palembang’ ketika pernah bertetangga dengan sebuah keluarga dari Palembang. Sederhana saja. Si tetangga asal Palembang ini ternyata terbilang OKB alias Orang Kaya Baru. Semua perabotan dan isi rumahnya memang terbilang mewah. Pokoknya semua yang dipajang termasuk barang-barang berkelas dan bermerek. Tapi, sialnya, take ada tetangga lain yang datang ke rumah itu dan memuji-muji kehebatan dan kekayaannya. Ternyata tak hanya pelanggan saja yang harus dipuaskan, pemilik pun butuh kepuasan juga.
Merasa tak ada yang datang, tetangga Palembang ini mulai cari kiat. Kebetulan saja, sejumlah ayam milik tetangga sebelah rumahnya pernah memasuki rumahnya tanpa izin. Soal ayam inilah yang dijadikan alasan.
“Macam mano ayam kalian ini, gara-gara tak dikandang, leluasa masuk ke rumah kami…” kata tetangga Palembang pura-pura naik darah dengan dialek Palembang yang khas.
“Alaaah, Bu, maaflah, ayam memang tak berotak. Masuk rumah orang sesukanya. Nantilah, kami kandangkan saja agar take mengganggu tetangga…Maaf, ya Bu.” Tetangga yang jadi sasaran langsung saja memohon maaf.
Nyaris tak peduli dengan permintaan maaf itu, tetangga Palembang ini terus saja mencecar tetangganya.
“Hari itu, ayam kalian masuk lagi ke rumah kami. Semua keluarga kami berusaha mengusirnya. Eh, malah bikin kacau. Ayam itu melompak ke TV 54 inchi di ruang tamu..terus masuk ke ruang tengah, dia naik lagi ke atas kulkas 4 pintu. Belum selesai itu, waktu melintas di ruang tamu, dia berak pula di atas permadani..padahal permadani itu dibeli Bapak jauh-jauh dari Turki. Akhirnya kami halau ke garasi. Ooo,,walah, ayam itu melompat ke atas mobil BMW Seri 7…dah tergores pula catnya..Padahal..itu mobil kesayangan Bapak…” Setelah mengata-ngatai tetangganya, ibu muda asal Palembang itu langsung pulang ke rumahnya sambil tersenyum sipu. Dalam hatinya, ia berterimakasih juga pada ayam karena telah mengungkapkan soal kekayaannya pada si tetangganya. Coba, kalau tak ada ayam itu …..
Cerita diatas tentu hanya bersifat kasuistis belaka. Artinya, hanya segelintir Orang Palembang saja yang begitu. Saya sampai merujuk kisah itu pada beberapa kolega saya yang memang berasal atau lama tinggal di Palembang sejauhmana kebenarannya. Namun, menarik, saya justru mendapat tambahan bekal cerita yang lain bahwa orang Palembang itu pandai juga menyembunyikan keterbatasan atau ketakberadaan dirinya. Sebutlah, bagaimana ada orang Palembang yang membeli kepala ikan Teri (baca: bilis) di kedai. Waktu ditanya pembeli yang lain, dia langsung bilang: :”Ah, kucing di rumah sudah lama tak makan sedap”. Begitu pula waktu membeli beberapa sendok minyak makan, dia berdalih: “Ah, minyak ini untuk mengurut anak di rumah.”
‘Ayam Palembang’ sebenarnya merupakan sikap atau perangai menunjukkan kehebatan diri yang dikemas dengan pura-pura marah, sibuk atau apa pun namanya, sudah menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Meski hal ini tak begitu disadari. Perhatikan saja, tutur kata dan cerita orang-orang di sekeliling kita yang sarat dengan fenomena ‘Ayam Palembang” itu.
Di tempat kerja kita sering didengar bagaimana atasan mengomel dan marah-marah karena hamper take punya waktu untuk bersantai. Ketika seorang bawahannya menanyakan kenapa kurang ceria, Si Atasan bertutur soal kesibukannya yang tak ketulungan: “Bagaimana saya tak marah-marah… Padahal saya baru saja pulang dari Prancis dan Amerika, besok disuruh menghadap Presiden lagi…terus bertemu Menteri ini..Menteri itu…Ah, pusing..!”
Rasakanlah betapa kental ‘Ayam Palembang’ dalam penuturan Si Atasan. Soal lelah dan sibuk, semua orang menghadapinya. Tapi, persoalannya, kenapa harus menyebut kata-kata Amerika, Peancis, Presiden, Menteri-menteri dan sebagainya. Tapi ini, tentu bukan sebuah kesengajaan melainkan kebiasaan yang membanggakan diri atau menunjukkan kehebatan diri pada orang lain. Heeeee….
Suatu kali, ketika saya dan beberapa kolega naik taksi Singapura –nah, ini juga gejala ‘Ayam Palembang’- sempat terjadi macet. Salah seorang kolega, langsung nyeletuk : “Macet di Singapura ini belum seberapa, aku baru pulang dari Brasil, wow, di sana macetnya parah betul…” Seisi taksi ketawa riuh rendah karena kolega yang baru pulang dari Brasil tadi langsung disoraki ‘Ayam Palembang’. Si ‘Brasil’ tadi pun jadi tersadar dan ikut-ikutan menertawakan dirinya…
Masih cerita di Singapura. Ketika kami akan menghadiri sebuah event internasional di sebuah hotel berbintang yang mengharuskan semua hadirin memakai business suit –jas lengkap- seorang kolega mengelus-elus dasinya. Seolah-olah ada masalah dengan dasinya. Lantas, saya bertanya: “Ada apa dengan dasi awak?”. Sang kolega bertutur lembut:
“Ah, percuma saja aku beli dasi ini mahal-mahal dan di London lagi…ternyata jahitannya bisa lepas juga…”. Cerita Si ‘London’ ini langsung disergap teman-teman lain dengan pekikan ‘Ayam Palembang’. ***

No comments: