Tuesday, July 31, 2007

‘SAPI PERAH’ DI KANDANG PENDIDIKAN KITA

Dear All,
Every year, milion people face the critical problem for their children education. Finising the school or class has succesfull story but in same time they come to a big problem especially for the poor family. How do they to choose a good school for their children. I was interest with a controversial book : Orang Miskin Dilarang Sekolah. So, tha'ts seriously problem in our country. The government wish realize the school no charge but the other side, the school authority still take the illegal fee from the parent of students. I just say, there are many bandits in our school authority...Enjoy this article:

RAMAINYA kutip-mengutip illegal di negeri kita bagai sudah menjadi budaya yang sulit dihapus. Kebiasaan itu berlangsung sejak lama dan kini terus diwariskan sebagaimana pola pewarisan. Orang yang pernah dikutip untuk suatu urusan, dipastikan akan mengutip pula saat urusan tersebut berada di tangannya. Tentu saja, soal besaran dan modus kian beragam karena selalu dipikirkan secara pragmatis. Namun yang pasti, kecenderungan meningkat tak dapat dielakkan.

Kutipan-kutipan ilegal itu berlangsung di hampir semua tempat aktifitas kehidupan. Mulai di sepanjang jalan raya, pertokoan, parkir, perkantoran, terminal hingga sekolah, lembaga yang mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bila tindakan kutip-mengutip secara illegal ini berlangsung seru dalam dunia pendidikan, tentu amat membuat gerah hati. Sebab, pendidikan itu memang tugas mulia baik secara sosial-budaya, lebih-lebih lagi menurut agama. Orang yang mendapat sentuhan pendidikan yang sempurna dipercaya dapat menimba ilmu pengetahuan sehingga terhindar dari kebodohan. Dan kebodohan (kefakiran) amat dekat dengan kekufuran (mengingkari keberadaan Allah). Bukankah ajaran agama menyatakan bahwa orang yang berilmu pengetahuan mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding orang yang tak berilmu?

Indonesia sudah mencanangkan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun. Artinya, setiap anak-anak Indonesia harus melewati jenjang pendidikan SMP meski di banyak negara sudah mencapai jenjang SMA. Oleh sebab itu, tugas dan kewajiban pemerintah memberikan fasilitas pendidikan murah -layaknya digratiskan- bagi setiap anak-anak Indonesia usia sekolah. Keterbatasan dana pemerintah membangunan sekolah-sekolah negeri mulai dari SD hingga SMA tersebut merangsang munculnya keswadayaan masyarakat untuk mendirikan sekolah-sekolah swasta. Tentu saja, dalam praktiknya, biaya pendidikan di sekolah negeri dan swasta mempunyai perbedaan yang signifikan.

Apalagi, Indonesia yang menjadi bagian dalam program Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB mengharuskan semua anak usia SD dapat menyelesaikan pendidikan dasar universal hingga tahun 2015 mendatang. Program Wajar 9 tahun ini akan mencakup populasi yang cukup besar yakni 40 juta orang anak Indonesia.

Saat-saat penerimaan siswa baru (PSB), tradisi kutip-mengutip ini memang tak terhindarkan. Pengutipan uang dalam jumlah tertentu dengan dalih untuk uang pendaftaran, uang pembangunan, uang bangku dan uang lain-lain seolah-olah dipandang sebagai ‘gengsi’ untuk menaikkan pamor sekolah. Walaupun pada hakikatnya tetap saja untuk meraup dana illegal untuk meningkatkan kesejahteraan pihak sekolah baik secara institusi maupun individual.

Selama musim penerimaan siswa baru (PSB) tahun 2007 ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) Divisi Monitoring menemukan 131 kasus pungutan liar (pungli) di sejumlah kota di Indonesia. Penyebabnya sederhana: tidak ada aturan resmi dari pemerintah yang mengatur PSB. Besaran pungli itu antara Rop. 250 ribu - Rp. 7 juta dengan dalih untuk pakaian seragam, formulir pendaftaran, pembangunan dan lembaran kerja siswa.

Menurut Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Ade Irawan, pungutan loiar umumnya dilakukan setelah dua bulan proses oleh sekolah. Pasalnya bila dilakukan dalam tahap proses seleksi pengawasan umunya masih ketat. Ternyata, sekolah telah membuat list, daftar besaran biaya yang harus ditanggung murid dan harganya bisa ditawarCelakanya lagi, ada di antara sekolah negeri yang memberlakukan biaya pendaftaran ulang. Seperti yang terjadi di SMAN 61 Jakarta Timur yang mewajiubkan biaya lapor diri sebesar Rp. 409 ribu (iuran bulan Juli Rp. 295 ribu, iuran OSIS Rp. 90 ribu dan koperasi siswa Rp. 24 ribu). Lain pula di SMAN 68 Jakarta Pusat yang mewajibkan siswa saat lapor diri membayar yang Komite untuk bulan juli sebesar Rp. 150 ribu. Di SMAN 1 Bengkulu, wali murid diminta pihak sekolah membayar sumbangan sebesar Rp. 1,35 juta (sumbangan awal Rp. 500 ribu, biaya praktik 3 bulan Rp. 285 ribu, iuran Komite Sekolah 3 bulan Rp. 105.000, OSIS 1 tahun Rp. 90 ribu dan pakaian batik Rp. 130 ribu dan pakaian jurusan Rp. 125 ribu serta pakaian olahraga Rp. 80 ribu). .(Suara Pembaruan, 18/7).

Di SMAN 2 Tambun, Bekasi, wali murid diwajibkan membayar uang pembangunan sebesar Rp. 500 ribu. SMAN 4 Harapan Jaya dikenakan tarif sebesar Rp. 1.598 ribu untuk iuran BP3, buku LKS dan seragam. Lain lagi di SDN Mangunjaya VI yang mengenakan pungutan karena usia anak yang kurang satu bulan dari batas usia minimun dengan besaaran Rp. 100 ribu. Begitu pula di SMAN 8 Karawaci, RAPBS dikenakan Rp. 3 juta. Hal senada diberlakukan di SMN 1 Rp. 750 ribu, SMAN 1 Rp. 2,4 juta, SMAN 2 Rp. 2,4 juta dan SMAN 7 Rp. 1,8 juta.

Di Riau, kutip-mengutip PSB ini tak kalah seru. Sebuah SD Negeri di Tangkerang, Pekanbaru mewajibkan biaya masuk sekolah swebesar Rp. 500 ribu. Sementara di SD Negeri 033 Tampan mewajibkan biaya daftar ulang sebesar Rp. 600 ribu (biaya seragam, buku tulis, peralatan tulis- kotak pensil, penghapus, penggaris dll) serta buku Lembar Kerja Siswa. Uang ini harus dilunasi dalam waktu 20 hari. (Riau Pos,10/7).

Gubernur Riau, HM Rusli Zainal memerintah Kadis Diknas untuk menindaklanjuti informasi adanya pungutan yang dibebankan pada siswa baru.”Jangan ada pungutan apa pun jika tidak ada ketentuan yang mengaturnya,” tegas Rusli.

Hiruk-pikut pungutan liar saat PSB ini bukannya tidak direspons oleh otoritas terkait. Di Surabaya, Komisi D DPRD setempat memanggil tiga Kepala Sekolah masing-masing SMK 8, SMPN 38 dan SMAN 17 untuk mengklarifikasi informasi adanya pungutan liar di sekolah-sekolah tersebut. Sementara di Manado, tiga Kepala Sekolah dari sekolah favorit dicopot oleh Walikota Manado karena terbukti melakukan pungli saat PSB tahun ini. Ketiganya pimpinan SMAN 1, SMK Negeri dan SMPN 8.

Adanya kutipan liar di sekolah-sekolah negeri ini sangat mengiris perasaan karena pemerintah sejak tahun 2005 silam sudah berbaik hati mengucurkan dana Bantuan Opersaional Sekolah (BOS) untuk mengurangi beban orang tua siswa. Bila tahun 2006, besaran dana BOS total mencapai Rp. 10,2 triliun mencakup 41,3 juta anak maka pada tahun 2007 ini meningkat menjadi Rp. 11,8 triliun bagi 41,9 juta anak. Dasar perhitungan dana BOS per siswa per tahun tersebut untuk jenjang SD/ Madrasah Ibtidaiyah sebesar Rp. 235 ribu dan jenjang SMP/ Madrasah Tsanawiyah sebesar Rp. 324 ribu.

Berdasarkan kebijakan Depdiknas, dana BOS tersebut digunakan untuk komponen biaya alat tulis, daya dan jasa, perbaikan dan pemeliharaan, pembinaan siswa, pembinaan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan, peralatan, bahan praktek dan keperluan lain-lain seperti rapat pengurus dan kegiatan Komite Sekolah.

Sekolah gratis? Tampaknya hanya bakal jadi lip service saat kampanye-kampanye Pilkada di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota. Begitulah praktik ‘sapi perah’ di kandang pendidikan kita yang tak akan cepat berakhir. ***

No comments: