Tuesday, January 22, 2008

ROBIN HOOD, HUZRIN HOOD AND ROKHMIN HOOD

Dear Lovely Reader,
Any similar thing between Robin Hood, Huzrin Hood and Rokhmin Hood. Robin was a hero for his people caused his hard co

ROBIN HOOD, HUZRIN HOOD, ROKHMIN HOOD,

MASIH ingat Robin Hood? Tokoh legendaris yang suka mencuri dan menjarah harta orang-orang kaya dan membagi-bagikannya pada orang-orang miskin. Fenomena Robin Hood ini memang sempat ‘meracuni’ paradigma kebajikan yang semestinya harus bersumber dari sesuatu yang bersih dan akuntabel. Manalah mungkin ‘membersihkan’ sesuatu dengan menggunakan air yang kotor. Namun, pendapat yang berbelah itu pun seolah-olah bisa ‘memaafkan’ perangai Robin ‘Si Pangeran Maling’ ini karena dibalik kejahatan yang dilakukannya terkandung niat untuk membantu orang-orang yang tak beruntung dalam hidupnya. Pendapat ini tentu saja ingin menepis anggapan bahwa penjahat pun sebenarnya masih punya hati nurani untuk berbuat baik kepada orang lain.
Di Indonesia, fenomena Robin Hood bak dikait-kaitkan dengan dua tokoh publik yang tersandung kasus hokum tindak korupsi. Tokoh pertama, Huzrin Hood –ini nama yang sebenarnya- mantan Bupati Kepulauan Riau yang berjasa dalam memperjuangkan Provinsi Kepulauan Riau namun didakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan dana bantuan LSM yang nilainya miliaran rupiah. Konon, dana fiktif itu dipergunakan Huzrin untuk membiayai perjuangan mewujudkan Provinsi Kepulauan Riau. Bila dilihat modus Huzrin ini hampir senada dengan apa yang pernah diperbuat Robin Hood dalam kapasitas dan kualitas yang berbeda.
Tokoh kedua, Rokhmin Dahuri, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang tersandung kasus Dana Non Bujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP senilai hampir Rp. 35 miliar. Konon, berdasarkan pengakuan Rokhmin, Dana DKP itu ‘dibagi-bagikan’ kepada sejumlah Capres 2004 atau Tim Suksesnya. Rokhmin justru menyebutkan angka-angka rupiah yang sudah didistribusikan dengan nilai yang bervariasi. Apa yang dilakukan Rokhmin, di mata pendiri Partai Uni Demkrasi Indonesia (PUDI), Sri Bintang Pamungkas punya analogi dengan Robin Hood sehingga patut digelar sebagai ‘Rokhmin Hood’ pula.
Dalam sejarah peradaban umat manusia, memang selalu ada ‘martir’ untuk memperjuangkan nasib rakyat banyak. Para pahlawan bangsa pada hakikatnya merupakan martir yang telah merelakan dirinya untuk eksistensi suatu negara dan bangsa. Martir selalu saja muncul untuk suatu komunitas dalam skala yang berbeda-beda. Kedalaman kualitas martir ini sangat ditentukan oleh ketulusannya dalam berkorban.
Ketulusan Robin Hood sebagaimana selalu digemakan dalam legenda yang diceritakan secara turun-temurun, tentu saja memiliki nilai ketulusan yang luar biasa. Harta benda yang dicuri dan dijarahnya sepenuhnya dia gunakan untuk kepentingan rakyat miskin. Oleh sebab itu, ketokohan Robin Hood secara global dipandang sebagai kepedulian yang tulus dalam mengangkat harkat dan martabat orang-orang tak berpunya. Kebajikan Robin benar-benar mampu menenggelamkan kejahatan yang dilakukannya dalam mendapatkan harta-benda yang disumbangkannya itu.
Huzrin dan Rokhmin memang tak mungkin disamakan dengan Robin Hood. Masih banyak parameter tindakannya yang perlu ditelisik apakah benar semua hasil korupsi yang dituduhkan padanya dipergunakan sepenuhnya untuk perjuangan rakyat banyak. Meski publik semakin tahu bahwa setidak-tidaknya sebagian dari tindak korupsi yang ditengarai dilakukannya telah dipergunakan untuk’bagi-bagi’ rezeki pada pihak lain. Perjuangan keras Huzrin bersama tim suksesnya, misalnya untuk mewujudkan Provinsi Kepulauan Riau di masa lalu tentulah sangat ditopang oleh dukungan dana yang sangat besar. Boleh jadi, sebagian dana APBD yang dikelolanya telah dialihkan untuk kepentingan perjuangan yang kelak inikmati oleh rakyatnya. Tapi jalan cerita perjuangan menuju Provinsi Kepri ini ternyata menemukan realitas lain: Huzrin dituduh melakukan tindak korupsi dan harus mendekam di dalam penjara. Bagi sebagian rakyat Kepulauan Riau, tentulah Huzrin telah jadi martir yang jasa-jasanya patut dikenang.
Lain pula kasus Rokhmin Dahuri. Rokhmin ditengarai telah melakukan tindakan melawan hokum karena menghimpun dana non-bujeter dari para rekanan yang berurusan melalui departemen yang dipimpinnya. Lebih dari itu, dana non-bujeter tersebut ternyata telah dipergunakan untuk keperluan yang tak terkait langsung dengan misi DKP. Bahkan, secara terus terang, Rokhmin dalam kesaksiannya di pengadilan justru menyatakan sebagian dana itu –antara Rp. 20 juta-400 juta) telah dibagi-bagikan kepada kandidat Capres tahun 2004 baik langsung atau pun tidak langsung mulai dari Amien Rais, Megawati, SBY hingga Solahuddin Wahid.
Bagi sebagian orang, keterus-terangan Rokhmin dalam mendedahkan aliran dana DKP dengan menyebut sejumlah nama besar yang telah menikmatinya dapat dipandang bagaikan jurus ‘drunken master’ (pendekar mabuk). Arah bola yang digelindingkan Rokhmin benar-benar tak menentu. Apa yang ada dalam pikiran Rokhmin boleh jadi amat berbeda dengan wacana publik. Sebab, dalam kasus-kasus suap atau sogok yang melibatkan pemberi dan penerima suap tersebut, selalu sulit mendapatkan barang bukti. Mana ada oknum penerima suap atau hadiah sekali pun yang secara sukarela bersedia menandatangani tanda terima. Semua ini terjadi atas dasar konspirasi besar yang dibungkus oleh kepercayaan semua di antara kedua pihak.
Dalam situasi darurat, distribusi ‘dana haram’ secara konstitutif seperti dana DKP terpaksa dikuak selebar-lebarnya. Maksudnya agar publik menjadi mafhum bahwa uang tersebut justru tidak dinikmati sendiri sehingga trigger kasusnya tak tertuju pada Rokhmin sendiri. Tindak korupsi berjamaah tentulah mempunyai makna sosilogis ketimbang korupsi yang dinikmati sendiri. Mungkin boleh dikatakan, modus membagi-bagi uang korupsi pada banyak pihak sebagai benatuk ’money laundry’ secara sosial.
Betapa pun ada perbedaan-perbedaan antara skandal Robin Hood, Huzrin Hood dan Rokhmin Hood ini, biarlah hukum yang menetapkan kebenarannya dalam konteks duniawi. Sedangkan dari aspek ukhrowi dan spiritual, serahkan jasa pengadilan Tuhan yang akan menetapkan keberadaannya sebagai konsekuensi pertanggungjawaban secara individual. Bukankah setiap pemimpin haus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya pada suatu hari kelak. Robin, Huzrin dan Rokhmin tentulah telah menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan orang banyak yang telah memberikan kepercayaan padanya saat mendapatkan amanah jabatan yang diembannya.***

mmitment to help them. Although, he was a thieft

No comments: