Wednesday, January 23, 2008

SI JELITA, PENGGODA INVESTOR

Dear Lovely Reader,

Indonesia has seriously problem related for growing up the economical growth and people welfare. One of economical growth factor is investment development. Many business man and institution doubt to come in to our country caused security problem and corruption issue and high risk. All investments want to get the good facilities such as tax holiday and infrastructure. In my mind, any 4 strategic facilities that investment wishing are: jalan (the way access), listrik (electic), telekomunikasi (telecomunication) and air (water). That way will passionate to all investment for coming...


MENYEBUT kata ‘Jelita’ pastilah imaji semua orang tertuju pada sosok seorang perempuan muda yang molek. Perempuan seperti ini bakal jadi tumpuan dan dambaan hati para lelaki. Ibarat kembang yang mekar bakal selalu dikerubungi banyak kumbang. Para kumbang itu sudah pasti tertarik karena ada sari madu yang ditawarkan kembang secara alamiah.
Dalam pembangunan investasi di mana-mana para investor bakal bersedia datang bila ada daya tarik yang ditawarkan berupa isentif0insentif dan ketersdiaan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung. Sebab, pertumbuhan investasi yang tinggi memiliki korelasi terhadap banyak aspek pembangunan yang dapat ditandai melalui tingkat pertumbuhan ekonomi. Kebijaklan pengembangan investasi yang pas niscaya akan berdampak positif terhadap penekanan angka pengangguran, ketersediaan lapangan kerja dan peluang kerja yang pada gilirannya bermuara pada penekanan angka kemiskinan.
Kebijakan Gubernur Riau, HM. Rusli Zainal yang sejak awal kepemimpinannya mengusung Program K2i (Pemberantasan Kemiskinan dan Kebodohan serta Pembangunan Infrastruktur) patut diacung-jempolkan. Sebab, semua aspek pembangunan infrastuktur semestinya akan mempermudah aspek seluruh masyarakat untuk hidup dan berusaha sehingga ‘musuh’ semua orang berupa kemiskinan dan kebodohan itu dapat ditekan. Kebijakan Pemerintah Provinsi Riau ini semakin bergema dengan motto pembangunan ekonomi yang juga diusung Rusli yakni ‘pro bisnis, pro investasi’. Hal ini begitu menggema ketika digelarnya Riau Investment Summir (RIS), Desember ini.
Apa yang dapat disiratkan dari jargon ‘pro bisnis, pro investasi’ ini tentulah terkait dengan upaya mendatangkan investor sebanyak-banyak dalam membangun Tanah Melayu, Provinsi Riau ini. Riau tentu tak hendak jadi cibiran lirik lagu Kolam Susu-nya Koes Ploes : “..orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat batu dan kayu jadi tanaman..” Sementara, di lopak-lopak bekas pertambangan bukannya kolam susu yang ditemukan melainkan genangan raksasa tempat berkembang-biaknya nyamuk yang mengamukkan malaria dan demam berdarah. Begitu pula, tongkat kayu memang tak bakal jadi tanaman lagi karena kawasan hutan konservasi yang diluluh-lantakkan oleh para penebang liar (illegar logger) yang tak bertanggungjawab karena memang tak punya dokumen perizinan yang sah.
Provinsi Riau memang harus terus dibangun. Trigger yang amat menentukan terkait ketersediaan dukungan modal (investasi) yang besar terkait proyek-proyek besar infrastruktur yang membuka akses dari kawasan-kawasan terisolir selama ini. Oleh sebab itu, diperlukan strategi yang bijak untuk mendatangkan opera investor yang boleh jadi ada di mancanegara atau di dalam negeri sendiri.
Lantas, apa yang dapat menggoda investor datang? Pada hakikatnya, itulah Si Jelita alias jalan, elektrik, telekomunikasi dan air. Ini namanya infrastuktur dasar. Semestinya, para investor datang untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah, tak harus pusing lagi memikirkan infrastuktur dasar itu. Seorang kolega saya bercerita bagaimana Pemerintah Arab Saudi sejak beberapa dasawarsa silam saat mengalokasikan kawasan industri telah mempersiapkannya dengan prasarana dasar tadi. Jalan akses, instalasi sumber air bersih, telekomunikasi dan listrik sudah tersedia jauh-jauh hari. Dengan begitu, barulah para investor akan tertarik untuk datang.
Sementara yang banyak terjadi di Indonesia, para investor disambut dengan penuh keraguan terkait aspek kepastian hukum dan kenyamanan berusaha. Dokumen perizinan yang dimiliki pihak industri selalu dengan mudah dimentahkan oleh kekuatan-kekuatan non-hukum atau tekanan social yang luar biasa. Aksi massa berupa demo dan sejenisnya yang tak terkendali dengan motif-motif yang beragam justru begitu mudahnya menihilkan status hukum sebuah industri. Akibatnya, apa yang terjadi saat pabrik sepatu Nike hengkang dari bumi Indonesia beberapa tahun silam justru meninggalkan trauma mendalam bagi semua pihak. Para tenaga kerja yang jumlahnya puluhan ribu orang maupun trauma bagi para investor lain yang sedang berusaha atau pun yang berniat datang.
Iklim kondusif di bidang sosial dan politik benar-benar menjadi kata kunci untuk membukakan pintu bagi kedatangan para investor. Harus ada jaminan hokum dari pihak pemerintah terkait perikehidupan dalam segala aspek sehingga membuat kalangan dunia usaha menjadi nyaman. Hal ini memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam jangka panjang. Ingat, tak ada suatu daerah pun yang bisa tumbuh dan berkembang tanpa sentuhan investasi. Selanjutnya, tinggal bagaimana menjadikan keberadaan investasi harus berdampak langsung terhadap pengurangan angka kemiskinan dan kebodohan sebagai komitmen nyata dunia usaha mewujudkan ‘tanggungjawab sosial perusahaan’ (corporat social responsibility).
Sekadar membanding, bagaimana negara-negara lain memberikan kemudahaan bagi investor untuk mengembangkan usahanya. Sejumlah negara yang terkatagori sebagai development country seperti Vietnam, Cina dan Brasilia telah menerapkan ‘pro bisnis, pro investasi’ ini secara nyata. Di Vietnam dan Cina, misalnya, para investor diberikan tax holiday selama 6 tahun asal berkomitmen untuk menyerap tenaga kerja tempatan dalam pengembangan investasinya. Di Brasilia, para pengusaha kehutanan justru diberikan hak memiliki kawasan konsesi hutanan tanaman industri (HTI) dengan status hak milik untuk ukuran luas ratusan ribu hektare. Hal ini mereka lakukan senmata-mata untuk mendapatkan kepastian hyukum bagi para investor.
Kondisi social politik Indonesia yang belum kondusif memang telah menjadikan Indonesia di urutan 128 untuk katagori negara yang memiliki kenyamanan berusaha. Ini bermakna, betapa rendahnya nilai jual Indonesia di mata para investor mancanegara. Apa lagi, amat terasa, di negeri ini dunia investasi itu ditempatkan di ‘wilayah abu-abu’: ada saatnya disayang, ada pula saatnua untuk diganyang..Oh…***
Data Otorita Batam, total nilai investasi secara akumulatif sampai April 2007 sebesar 12,76 miliar USD. Jumlah tenaga kerja di Batam 252.667 orang tahun 2006 dengan jumlah penduduk 713.960 orang. Kontribusi pajak untuk pemerintah pusat sebesar Rp. 1,54 triliun tahun 2006

No comments: