Monday, February 16, 2009

OH PALESTINA

Dear Lovely Reader,
Really..i am crying for children, mother and people of Palestine...
May Godbless them...
Where is mankind feeling of Isareli?

SEORANG penyair terkenal Palestina sekitar dua dasawrasa silam pernah menulis puisi yang sangat menyentuh perasaan dan hati nurani. Bunyinya salah satu baitnya kira-kira begini:
burung punya rumah, namanya sarang burung
ayam punya rumah, namanya kandang ayam
tapi di mana rumah orang-orang palestina?

Begitulah negeri Palestina yang sudah ada sejak lama hingga kini tak kunjung jelas nasibnya. Keberadaannya sebagai negara pun, tak kunjung mendapatkan pengakuan dunia internasional. Perjuangan rakyat Palestina bersama salah seorang tokoh utamanya, Yasser Arafat hingga akhir hayatnya, memag tak kunjung menampakkan hasil yang diimpikan. Arafat yang berjuang di bawah bendera PLO tidak mudah menyatukan komponen bangsanya melawan seteru utama, negara Yahudi, zionis Israel.
Bahkan pertikaian sesame organisasi pejuang Palestina seperti kelompok keras Hamas, bisa lebih banyak dibanding kontak senjata dengan bangsa Israel sendiri. Darah tidak hanya tumpah saat melawan musuh mereka, Israel tetapi justru saling bunuh di kalangan para pemimpin dan aktifis pejuang Palestina menjadi berita dan cerita yang tak menyedapkan. Sering terjadi pimpinan organisasi pejuang Palestina itu dibunuh atau membunuh sesamanya.
Sementara perjuangan rakyat Palestina yang didukung kekuatan militer apa adanya dipastikan tak akan dapat menekuk kekuatan besar Israel yang didukung oleh negara-negara jaringan lobi Yahudi terutama Amerika Serikat dan sejumlah negara sekutu lainnya di Eropa. Situasi hari-hari Palestina tak pernah nyaman. Anak-anak di bawah usia tiba-tiba jadi cepat dewasa karena terlibat di dalam perlawanan terhadap bangsa Israel melalui gerakan intifadah –perlawanan dengan melempar batu- yang sering justru dibalas oleh serdadu Israel dengan letupan senjata M-16 dan senjata caliber besar lainnya.
Di sisi lain, solidaritas negara-negara Arab yang mestinya berpihak penuh pada Palestina ternyata tak kunjung wujud. Negara-negara kuat di kawasan Timur Tengah seperti Arab Saudi Mesir, Libya dan beberapa lagi ternyata kini cenderung memperlihatkan sikap moderat belaka. Sebab, ketergantungan negara-negara itu dengan negara adi kuasa AS sangat membungkam sikap mereka. Bayangkan saja, AS dengan mudah memiliki pangkalan militer di Arab Saudi. Libya di bawah penguasa Moammer Khaddafi yang dulunya sangat keras menentang Israel dan AS kini juga memilih jalan bungkam. Tekanan AS ternyata sangat ampuh menekan orang kuat Libya itu.
Pemegang tali-teraju kepemimpinan Palestina pun siluh berganti dari kelompok-kelompok dominan di sana. Arafat mewakili Al Fatah memang termasuk yang paling lama diberi kepercayaan memimpin perjuangan rakyat Palestina. Namun, kepemimpinan Arafat yang yang dipandang oleh kelompok garis keras, Hamas terlalu moderat atau ‘lunak’ selalu mendapat cercaan dan perlawanan dari kalangan Hamas.
Perjanjian damai Israel-Palestina yang diprakarsai oleh Presiden AS, Jimmy Carter –masa itu- dipandang Hamas sebagai sikap tak terpuji Arafat karena mau berdamai dengan bagsa Yahudi yang telah mencaplok tanah air orang-orang Palestina. Setelah wafatnya Arafat, kepemimpinan negeri Palestina pun beralih ke tangan kelompok Hamas. Waktu itu, para pemimpin dunia dan analis politik internasional sudah bisa memprediksi bahwa perdamaian sementara di kawasan Timur Tengah khususnya Palestina akan terusik kembali.
Ketika Palestina dipimpin oleh kelompok Hamas setelah memenangkan Pemilu beberapa tahun silam, hubungan Israel-Palestina kembali memanas. Kontak-kontak senjata semakin sering terjadi. Bahkan, Jalur Gaza dan Tepi Barat yang pernah dikuasai Israel bertahun-tahun kemudian atas tekanan dunia internasional berhasil dikembalikan kepada bangsa Palestina, namun tetap saja mendapat control ketat Israel.
Dan kini, Gaza pun meletus. Gencatan senjata yang diprakarsai Mesir pada Juni 2008 silam memang berakhir 19 Desember 2008 lalu. Memang, Hamas memulai perlawanan dengan menembakkan roket dari Gaza kea rah Israel di penghujung tahun 2008 lalu. Meski roket-roket itu tidak mengenai sasaran yang diharapkan di negara Israel, namun hal itu sangat membuat berang para pemimpin Israel. Sudah pasti, Israel pun melakukan serangan balasan melalui udara Gaza yang sempat menewaskan 227 orang pada serangan pertama itu. Dan, setelah lebih dua minggu serangan udara yang diperkuat serangan darat Israel, tak kurang dari seribu orang bangsa Palestina terutama penduduk sipi kalangan anak-anak dan kaum perempuan telah terbunuh.
Peperangan Israel-Hamas memang berlangsung tak seimbang. Sebab, isolasi yang dilakukan Israel selama dua tahun terakhir cukup membuat rakyat Gaza menderita dan pemenuhan kebutuhan logistik pemerintah Hamas dan orang-orang Palestina sendiri menjadi terhalang. Perlawanan Hamas memang tak akan pernah berakhir karena sudah memasuki ranah ‘dendam sejarah’ yang tak mudah diakhiri.
Ketika para pemimpin dunia mengecam serangan membabi-buta Israel itu yang diikuti olehdemonstrasi besar-besar di hampir semua negara, Israel tetap saja tak bergeming. Israel pun punya dendam sendiri terhadap Hamas. Sayangnya korban sipil yang tak berdosa terus saja berjatuhan. PBB sebagai badan dunia yang bertanggungjawab terhadap perdamaian dunia ternyata tak berkutik sama sekali. Sekjen PBB, Ban Ki-Moon terkesan begitu lemah saat berhadapan dengan pengaruh AS di lembaga Dewan Keamanan yang memveto keputusan perlunya gencatan senjata di Gaza.
Kembali solidaritas negara-negara Arab yang tergabing di dalam Liga Arab kembali dipertanyakan. Di saat digelar pertemuan tingkat tinggi Liga Arab di Doha, Qotar awal Januari 2009 ini, ternyata Mesir sendiri pun tak hadir. Sementara negara-negara Arab lainnya seperti Suriah dan Iran yang pro-Hamas tampak bersemangat memprovokasi pertemuan itu untuk membantu dan melindungi perjuangan Hamas. Presiden Iran Ahmadinejad memang menjadi bintang dalam pertemuan yang dihadiri Pemimpin Hamas, KIhaled Messal.
Solidaritas Arab kini memang tak lagi kompak sebagaimana Perang 6 Hari tahun 1967 yang dimenangkan Isarel pada masa itu. Dulu, Raja Arab Saudi, Faisal al Saud bisa berdiri tegak saat melakukan embargo minyak pada AS. Waktu itu karikatur majalah Time memperlihatkan keperkasaan Faisal yang digambarkan berdiri tegak pinggang sambil memegang ujung pompa minyak sementara Presiden Richar M Nixon, duduk bersimpuh minta tolong.
Kita hanya bisa berdoa bagi kemenangan orang-orang Palestina lewat rakaat tahajjud atau sholat ghaib dan kiriman doa-doa sendu yang selalu tenggelam dalam deru bom dan senjata yang menyalak siang-malamdi Gaza. ***

No comments: