Wednesday, February 11, 2009

THE SPEECH AND THE WORDS WITHOUT MEANING

Dear Lovely Reader,
When Senator Barrack Husein Obama give many speech in campaign for US President, all audience became surprise. The Obama speech has selected words and meaning-full. Some communication expert analized that the Obama speech as alike with the US Black Leader, Dr Martin Luther King. So, how about the speech of our leader?

POT apa Pot itu Pot kaukah Pot aku
Pot Pot Pot
yang jawab Pot Pot Pot Pot kaukah Pot itu
yang jawab Pot Pot Pot Pot kaukah Pot aku
Pot apa
Pot itu
Pot kaukah
Pot aku
Pot

Pernahkah Anda membaca atau mencoba memahami puisi Pot yang digubah Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri di atas? Orang awam akan susah mencari maknanya. Memang, puisi tersebut menjadi cerminan yang amat menguatkan atas lahirnya Kredo Puisi-nya Sutardji yang menghebohlan jagad sastra Indonesia yakni ‘bebaskan kata dari makna!’
Lantas, bayangkanlah berapa banyak kata-kata yang meluncur dari lidah dan bibir hampir dua miliar manusia di muka bumi? Berapa banyak pula pidato yang terlontar di muka publik setiap saat sepanjang peradaban manusia di dunia. Dan ketika kata-kata itu terhambur begitu saja tanpa charisma, apa sebenarnya yang terjadi.
Ya, pidato merupakan medium menyampaikan pesan kepada khalayak guna memperbaiki keadaan atau membuat perubahan di mana-mana. Pidato itu bisa berupa wejangan fatwa, nasihat, tamsil, sindiran atau apa pun yang meluncur dari kalangan pemimpin, orangtua, guru, professor atau pihak yang ‘didulukan selangkah, ditinggikan seranting’ dari orang kebanyakan.
Bila ada pidato yang kehilangan makna sehingga tak mampu memukau public, sesungguhnya kata-kata memang semakin kehilangan makna. Tak ada lagi magic word yang dapat dijadikan ikutan bagi khalayak. Bukankah hal ini terkait soal pudarnya kharisma tokoh-tokoh yang menjadi panutan umat.
Sepanjang sejarah kehidupan ternyata banyak pidato-pidato yang mencerahkan sehingga dikenang sepanjang masa. Hal ini bolej jadi dipicu ketika kandidat Presiden AS dari Partai Demokrat, Barack Hussein Obama berpidato di depan Konvensi Partai Demokrat di Denver, 27 Agustus lalu. Penampilan Obama yang amat memukau 40 juta penonton TV di negara Paman Sam itu mendobrak pandangan miring dari pihak lawan atas kepiawaian Obama. Berkali-kali, hadirin memberikan standing ovation atas kalimat-kalimat bersayap Obama yang memberikan harapan bagi masa depan AS yang dipandang mulai pudar di tangan Presiden George W Bush.
Pidato Obama yang sekaligus menjadi ikrar kesediaannya dicalonkan sebagai kandidat Presiden AS, serta mengumumkan kandidat Wapres Biden, empat tahun ke depan berhadapan dengan kandidat Presiden-Wapres, John McCain-Palin. Banyak catatan menggerunkan yang dibuat setelah pidato Obama yang mencerahkan itu. Saluran TV CNN yang presitisius telah menyiarkan langsung Konvensi Partai Demokrat termasuk pidato Obama tanpa dipotong yang menunjukkan konvensi tersebut lebih penting dibanding acara final ‘American Idol” atau anugerah insane filem Oscar.
Kehebatan Obama dalam berpidato memang sudah tampak ketika pada Konvensi Partai Demokrat 27 Juli 2004, Obama membacakan pidato yang selalu dikenang publik dunia berjudul The Audacity of Hope. Bahkan, para pengamat mencatat bahwa pidato Obama dalam konvensi terakhir itu hanya berada di bawah rating pidato legendaries tokoh kulit hitam, Martin Luther King yang dikenal dengan jargon ‘I Have a Dream’ yang dijadikan sebagai tonggak perjuangan persamaan hak atau anti-diskriminasi.
Tampilnya Obama menjadi bintang kejora dalam Konvensi Partai Demokrat yang dihadiri 75 ribu hadirin tersebut ternyata tidak muncul tiba-tiba. Kebiasaan anak-anak dio AS untuk berdebat dan saling mengutarakan pendapat dalam banyak hal telah melatih spontanitas dan kemampuan public speaking yang tak tertandingi. Penggunaan kata-kata pilihan yang selalu disambut tepuk-tangan hadirin atau helaan napas yang teratur dengan aksen-aksen yang sangat ditunggu hadirin, makin menyempurnakan kehadiran sosok seorang Afro-Amerika yang akan memecahkan mitos kepemimpinan negara adi-kuasa AS itu.
Pidato dan penampilan Obama di panggung politik telah memberikan inspirasi bagi banyak tokoh-tokoh muda di dunia termasuk Indonesia. Tradisi pidato di negeri kita yang cenderung berkepanjangan bagai tak ada ujungnya memang telah menempatkan ritual pidato sebagai hal yang membosankan. Kemampuan public speaking para pemimpin kita yang terbatas bisa menjadi bumerang atas tradisi pidato yang sudah berusia lama. Padahal, sebuah pidato yang dikemas dengan kata-kata beradab dan penuh makna serta disampaikan dengan teknik orasi yang memukau, ternyata bisa menjadi hiburan publik yang menimbulkan decak kagum banyak orang.
Pidato yang berisi himpunan kata-kata yang penuh janji dan harapan harus memiliki makna tanggungjawab yang dalam di mata publik yang mendengarnya. Pidato politik selalu diragukan keabsahan implementasinya. Itulah sebabnya, pidato yang berisi janji-janji politik di negeri kita hanya bagaikan tiupan angin yang tak berbekas. Setelah seorang pemimpin duduk di singgasana politik, biasanya begitu mudah melupakan janji-janji yang pernah ditabur di panggung pidato yang mengharapkan dukungan publik sebanyak-banyaknya.
Pidato pun harus punya beban makna agar mudah dipahami oleh publik dan dimintai pertanggungjawabannya. Bila tidak, pidato-pidato semacam itu hanya menjadi sampah yang tak menimbulkan efek apa-apa. Sebaliknya, pidato-pidato kharismatik yang pernah diucapkan para pemimpin besar dunia sepanjang sejarah selalu diulang untuk menggelorakan semangat motivasi untuk bangkit menjangkau peradaban yang terbentang.
Upacara Pidato Kenegaraan di Indonesia yang disampaikan Presiden setiap tanggal 18 Agustus di masa rezim Orde Baru tentu saja menjadi tradisi pidato terpanjang yang menguras waktu yang panjang. Setidak-tidak, setengah hari para hadirin harus duduk dan berkurung diri di sebuah gedung besar. Lantas, dampak pidato-pidato itu sebenarnya bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat yang selalu menunggu dan menungu kemakmuran sebagaimana ditoreh di dalam Pasal 33 UUD 1945 yang jadi hapalan setiap generasi.
Dalam ajaran Islam, menyampaikan pidato atau kata-kata punya etika agar bermakna bagi orang banyak. Sebuah Hadits Rasulullah menyatakan ‘fal yakun khairon, au liyasmud…’ (hendaklah sesorang berkata yang baik atau lebih baik diam..).***

1 comment:

iko said...

jdi apa sbnrnya makna puisi pot itu?