Wednesday, February 11, 2009

PHK

Dear All,
That's only three alphabet : P-H-K. It's mean : Pemutusan Hubungan Kerja.When it come on some one -may be our selve- so, the future of life will disturb. When Global Crisis has come, many companies take action to reduce their employees. Before, all company said: No Work, No Pay. So, in crisis eara, they will say: No many, No Work.

MAKHLUK apakah yang paling ditakuti para pekerja di masa-masa krisis global seperti sekarang? Jawaban sederhananya: PHK alias Pemutusan Hubungan Kerja. PHK boleh datang dan pergi secara tiba-tiba tanpa terkendali. PHK itu bagaikan maut yang datang tanpa aba-aba. Bisa dibayangkan bagaimana seorang pekerja yang terkena PHK begitu terkejut setengah mati ketika pihak HRD atau personalia perusahaan tempatnya bekerja memberitahu bahwa dirinya termasuk salah seorang yang terkena program rasionalisasi karyawan.
Di masa krisis global sekarang, isu PHK bukan lagi isapan jempol belaka. Perusahaan-perusahaan besar dunia yang sudah jadi mitos bisnis sejak dulu juga tak bisa mengelak dari tindakan tidak popular. Mau tahu, perusahaan apa saja yang sudah ambil ancang-ancang melakukan PHK terhadap karyawannya?
Setidak-tidaknya tercatat lima perusahaan automotif kelas dunia yang bakal mem-PHK para karyawannya. Produsen pesawat Boeing, produsen mesin pesawat Rolls-Royce, produsen automotif PPSA Peugeot-Citroen, Isuzu Motor dan perusahaan perbankan Deutsch Bank secara total bakal mem-PHK 7.800 karyawannya di seluruh dunia. Ditambah pula Citigroup yang memiliki karyawan di seluruh dunia mencapai 53 ribu orang juga bakal melakukan pemangkasan atas karyawan.
Tindakan PHK bagi perusahaan merupakan keniscayaan ketika biaya produksi dan operasional sudah tidak berimbang dengan keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan produk. Penurunan permintaan produk yang begitu tajam akibat kesulitan dana secara global mengakibatkan semua industri melakukan pengurangan produksi secara drastis. Bila hal ini tidak dilakukan maka terjadilah pemborosan biaya yang lama-kelamaan akan membawa kebangkrutan perusahaan.
Menjadi karyawan di sebuah perusahaan memang bukanlah pilihan yang cerdas. Apa yang diungkapkan Robert T. Kyosaki, seseorang yang ingin berubah nasibnya harus punya keberanian untuk pindah kuadran posisi dari orang yang makan gaji ke kuadran owner (pemilik) ssuatu usaha betapa pun kecilnya. Namun, menuju ke posisi itu memerlukan talenta dan keberanian akan menghadapi risiko yang dibungkus oleh spirit of entrepreneurship (kewiraswastaan). Betapa banyak orang sudah mencoba menjadi owner suatu usaha namun berakhir dengan kegagagalan.
Menilik kisah sukses banyak pengusaha yang kini mempunyai nama besar perusahaan yang branded, tak ada yang bisa meraih sukses tanpa mengalami ‘jatuh-bangun’ yang tak dikehendaki. Nama besar merupakan modal sosial yang memungkin seseorang dapat membuka lapangan usaha atau bisnis secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Banyak karyawan lupa menata diri ketika perusahaan tempatnya bekerja masih berjalan atau beroperasi dengan baik. Hidup menjalani rutinitas dengan tugas dan fungsi yang sudah baku kemudian menerima gaji bulanan sesuatu jadwal yang sudah ditetapkan pihak perusahaan. Kemapanan hidup seperti itu pada hakikatnya tak lebih dari sesuatu yang semu bagaikan fatamorgana yang bisa hilang secara tiba-tiba.
Kisah ‘Who Move My Cheese’ (Siapa yang memindahkan keju saya?) yang banyak beredar di internet bolehlah menjadi renungan siapan saja. Bagaimana sesungguhnya kemamapanan akan status quo –di mana dan kapan pun- sering membuat seseorang tidak kreatif atau berkembang. Dikisahkan, sejumlah tikus menggantungkan makanannya dari keju yang disimpan si pemilik rumah di dalam sebuah lemari. Setiap pagi, tikus-tikus itu menggerogoti potongan keju tanpa berusaha keras mendapatkannya. Begitulah, kejadiannya berlangsung bertahun-tahun. Akibatnya tikus-tikus itu menikmati rezekinya tanpa berpikir banyak karena keju tersebut selalu ada sebagai bekal makanan si pemilik rumah.
Suatu hari, tikus-tikus itu kelimpungan dan kehilangan keseimbangan karena saat akan mengambil potongan keju ternyata keju tersebut sudah tidak ada lagi di tempatnya. Bayangkan bagaimana paniknya tikus-tikus itu karena keju yang biasanya diperoleh dengan mudah ternyata sudah tidak ada lagi di tempatnya. Mereka berdebat dan berdiskusui sambil saling bertanya: siapa yang telah memindahkan potongan keju itu?
Begitulah analogi para karyawan yang bekerja bertahun-tahun di perusahaan tanpa merasa perlu melakukan inovasi selama masa tugasnya. Si karyawan akan terbenam oleh rutinitas yang sudah tidak menantang lagi. Akibatnya, ia hanya bekerja dan bekerja tanpa perlu mengasah talenta yang dimiliki padahal talenta itu bisa memberikan bekal lebih dalam hidupnya.
Prestasi kerja merupakan sesuatu yang harus dikejar dan ditunjukkan karena dunia kerja adalah dunia prestasi. Jangan pernah menyembunyikan potensi yang dimiliki karena hal itu akan merugikan diri sendiri. Boleh jadi atasan tempat bekerja tidak melihat keunggulan yang dimiliki sehingga bakal menghambat karir atau jabatan. Hiduplah apa adanya dengan memperlihatkan sesuatu yang alamiah tanpa perlu direkayasa. Tak ada gunanya memelihara sifat buruk menjilat atau ‘angkat lampah’ pada atasan karenaq sifatnya tidak akan pernah abadai.
Hanya karyawan yang punya keyakinan akan prestasi dan potensi diri saja yang tak akan pernah takut menghadapi segala situasi terburuk termasuk kasus PHK yang mengancam di mana-mana. Jangan-jangan PHK pun merupakan alternative untuk mendapatkan karir baru melalui talenta yang tak pernah diuji atau dimanfaatkan selama ini. Orang-orang yang terkena PHK biasanya akan lebih kreatif memikirkan alternatif kerja yang tak pernah diduga sebelumnya.
Jangan-jangan, potongan keju itu sedang bermain-main di ruang lain sementara panca indera kita tak begitu jeli melihat dan menangkapnya. Mana tahu? ***

No comments: